Wednesday, August 29, 2007

Dinar Dirham Sebagai Alat Kebijakkan Moneter

DINAR-DIRHAM SEBAGAI ALAT KEBIJAKAN MONETER

1. Pendahuluan

Dinar emas dan Dirham perak serta uang bantu Fulus yang dibuat dari tembaga yang sering kita kenal didalam buku-buku dongeng 1001 malam merupakan mata uang yang berlaku pada zaman Rosulullah SAW[1] hingga masa berakhirnya Dinasti Ustmaniyah [2] setelah perang dunia pertama.

Mata uang tersebut terus digunakan hingga muncul mata uang kertas paper money, tepatnya tahun 1924, semejak itu banyak negara didunia termasuk negara-negara muslim tidak membenarkan lagi penduduknya melakukan transaksi menggunakan emas dan perak sebagai dasar mata uang.[3]

Sebenarnya mata uang Dinar pada awalnya dicetak oleh kekaisaran Romawi sedangkan Dirham oleh Persia. Nabi SAW sepanjang kehidupannya tidak pernah merekomendasikan perubahaan apapun terhadap mata uang tersebut. Artinya, Nabi dan para sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya membenarkan pratek ini. Dalam ulumul hadits hal ini disebut hadits af’al dan taqrir, yaitu jenis hadist yang tidak diucapkan, tetapi dilakukan atau penetapan oleh Nabi. Ini yang membuat ulama berijtihad bahwa sistem mata uang emas-perak adalah sistem mata uang yang benar.[4]

Kemilau Dinar-Dirham mengingatkan umat islam untuk segera tersadar dari keterlenaan panjang, sehingga tidak terpuruk terlalu lama di bawah dominasi negara-negara barat. Berawal dari fatwa penting dan bersejarah mengenai pelarangan pemakaian uang kertas oleh Umar Ibrahim Vadillo pada tahun 1991, yang kemudian beliau memulai pencetakkan mata uang Dinar dan Dirham pada tahun 1992 serta mendirikan World Islamic Mint (WIM).[5]

Dalam perdagangan internasional antara negara-negara islam penggunaan mata uang ini dapat menjadi pengimbang kekuatan dominasi moneter mata uang Dolar, Euro, maupun Yen.

Pendeklarasian penggunaan kembali Dinar-Dirham sebagai instrument moneter dicetuskan pertama kali oleh Malaysia lebih kurang tiga tahun yang lalu (th 2003). Sehingga masih harus dikaji lebih mendalam dan dilakukan riset-riset guna menentukan format yang sesuai dengan perekonomian kontemporer saat ini. Agar “kelahiran kembali” Dinar-Dirham ini bisa kuat dan diakui seperti pada penerapan Euro sebagai mata uang bersama negara-negara Uni Eropa., yang mampu mengurangi dominasi Dollar AS dalam perdagangan dan siklus moneter internasional.

Tulisan ini bertujuan melakukan studi literatur dan analis tentang berbagai kemungkinan penerapan Dinar-Dirham sebagai instrumen moneter dengan langkah awal menggunakannya sebagai mata uang blok perdagangan negara-negara islam.

2. Sejarah Dinar dan Dirham

Dinar-Dirham sangat teruji tingkat kestabilannya, lebih dari 1500 tahun keduanya cenderung stabil dan tidak menimbulkan inflasi yang besar, sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan[6]. Dizaman Ibnu Faqih (289 H), nilai tukar Dinar- Dirham berbanding 1:15 yang sangat mengejutkan seribu tahun kemudian, kurs 1:15 ini juga berlaku di Amerika pada 1792-1834 M.[7]

Berikut ini akan dijelaskan sejarah singkat secara kronologis kemunduran Dinar-Dirham, kemunculan uang kertas dan sistem perbankan konvensional yang menjadi institusi pendukungnya.[8]

Sebelum Islam datang, emas-perak telah digunakan bangsa Persia, Romawi, Israel, Yunani, Mesir kuno, Nabataens dan Tubba (Yaman), dan dilanjutkan di berbagai kekhalifahan seperti Ummayah di Syria dan Spanyol; Abbasiyah; 'Alawiyah di Tabaristan, Maghrib, Mesir, Syria dan Yaman; Dinasti Turki Saljuq; pemerintahan Daylam; Mongolia; Dinasti Kurdi di Mesir, Syria, dan Diyr Bakr; pemerintahan Turki di Mesir.
Dinar-Dirham pada mulanya adalah mata uang Romawi Timur dan
Persia. Kata Dinar berasal dari kata “Denarius” (bahasa Romawi) dan Dirham berasal dari kata ”Drachma” (bahasa Persia). Kemudian keduanya diadopsi bangsa Arab menjadi sistem mata uang mereka. Rasulullah menetapkan sebagai mata uang yang resmi dan sah, digunakan sebagai alat transaksi dalam berbagai hubungan muamalah dan berbagai macam peraturan syariat Islam yang berhubungan dengan harta dikaitkan pula dengan keduanya. Penggunaanya terus berlanjut sampai masa kekhalifahan pada priode-priode berikutnya.

Masa Khalifah Umar ibn al-Khattab radiallahu anhu (13-23 H/634-644 M), ditetapkan perbandingan standar bobot Dirham perak dengan Dinar emas yakni 10 : 7 (1 mithqal). Pada masa awal Islam, perbandingan nilai tukar emas dengan perak adalah sekitar1:20.


Masa kekhalifahan Uthman ibn 'Affan radiallahu anhu (23-35 H/ 644-656 M), dicetak koin yang meniru Dirham perak Sassanian Yezdigird III. Dalam koin itu telah tertera tulisan”Bismillah”.
Tahun 64 H/ 683-684 M, pertama kali berkurangnya nilai Dirham oleh 'Ubayd Alih’ibn Ziyad dengan dicampurnya logam lain.
Masa kekhalifahan Khalifah Abdalmalik, 74 H, dicetak koin emas berbobot 4,4gr dengan tulisan "Dinar" tertera di atasnya.
Tahun 77 H, dicetak lagi Dinar yang bobotnya berubah menjadi 4,25gr, mengikuti standar Khalifah 'Umar ibn al-Khattab, radiallahu anhu.
Tahun 79 H/ 698 M, masih masa kekhalilifahan Abdalmalik, dicetak koin perak dengan tulisan "Dirham" tertera di atasnya, berbobot 2,97gr dan berdiameter 25-28mm.
Pada masa Sultan al-Kamil, fulus (koin tembaga) dicetak pertama kali di Mesir.

Penggunaan Dinar-Dirham secara resmi baru berakhir seiring runtuhya kekhalifahan Turki Ustmani pada tahun 1924 bersamaan berakhirnya perang dunia I. [9]
Abad 11 di Italia.
Uang-kertas mulai diedarkan dengan sangat terbatas di kalangan pedagang dan bankir Italia. Tahun 1294 M, uang-kertas coba diterbitkan menteri Ilkhan Gaikhatu dengan mencontoh uang-kertas Cina, untuk mendanai tekornya pengeluaran.
Tahun 694-696 H/ 1295-1297 M, Mesir. terjadi pemotongan nilai fulus , dengan cara dicetaknya fulus baru yang bobotnya lebih ringan, karena ketamakan Vizir Fakhr al-Din 'Umar ibn 'Abd al-'Aziz al-Khalil dan anggota sultan yang lain. Namun karena itu pula, sejak itu fulus dinilai berdasarkan bobotnya dan bobot 1 ratl fulus setara dengan bobot 2 Dirham perak.
Abad 13, perubahan pasar menyebabkan spekulasi perbandingan nilai tukar emas dengan perak menjadi 1:10 meski nilai tukar resmi tetap 1:20.
Akhir abad 14, nilai perak meningkat, karena permintaan perak meningkat di Italia, sedangkan stok perak di percetakan menurun secara bertahap (1380 M).
Tahun 784-801 H/ 1382-1399 M, Mesir. Selama pemerintahan Sultan Barqq, peredaran fulus makin meluas karena kelangkaan perak. Saat beliau wafat, nilai tukar Dinar terhadap Dirham menguat dari 1:23 menjadi 1:30.

Saat ini koleksi mata uang peninggalan kekhalifahan Islam tersebut disimpan di sebuah museum di Paris. Disana dapat kita temui koleksi empat mata uang, salah satunya sampai saat ini dianggap satu-satunya didunia yaitu yang dicetak pada masa pemerintahan imam Ali r.a.[10]

Tahun 1408 M. Genoa, Italia. Sekelompok bankir dan ahli keuangan membentuk bank bersama, yakni the Casa di San Giorgio . Genoalah yang pertama membangun sistem bill of exchange sebagai mekanisme monopoli kredit dan menyamarkan riba. Sistem ini lalu ditularkan ke seluruh Eropa.
Awal abad 15, ketenaran Dirham perak berkurang . dan diakibatkan akibat perang salib suku bunga meningkat menjadi 18-25%.
Tahun 1425 M, Mesir. Sultan Barsbay memotong nilai Dinar, dari 4.25 gr menjadi 3.45 gr (bobot mata uang emas Eropa), dan tetap menjadi uang emas di Mesir hingga akhir pemerintahan Mamluk. Dengan demikian standar uang mulai berubah dari Muslim ke Eropa.
Abad 15, uang kertas beredar meluas ke Napel, Swedia, Köln, Wina, dan
Granada. Tahun 1694 M, bank sentral pertama yakni Bank of England didirikan William Paterson. Ia lalu meminjamkan kekayaan banknya dengan bunga kepada William of Orange, raja Inggris, untuk membiayai perang melawan Prancis. Ketika meruak kabar yang menyatakan bahwa sebenarnya jumlah emas yang dimiliki bank tersebut tak cukup bagi seluruh kerajaan, pemerintah lalu mengeluarkan undang-undang yang mengesahkan kuitansi sebagai uang yang nilainya setara dengan emas yang diwakilinya. Sejak itu kuitansi utang menjadi alat tukar sah. . Tahun 1720 M, uang-kertas kembali coba diedarkan di Perancis.
Tahun 1760-an M,
Amsterdam. Krisis uang-kertas diikuti kebangkrutan setelah perang 7 tahun di Belanda (1756-1763). Seperti halnya di Genoa, di Amsterdam kebangkrutan terjadi karena diciptakannya kredit dari nihil dan tak disokong uang nyata (emas-perak), dan kredit tumbuh dengan proporsi tak teratur, serta pinjaman yang buruk.

Tahun 1773 M, Inggris bangkrut dengan utang 5 juta florin (mata uang logam Inggris-pen.). Pasar saham berhenti dan perusahaan lain tutup. Yang bisa bertahan adalah yang memiliki uang nyata/emas.
Tahun 1816 M. Inggris kembali ke standar emas, namun saat itu uang-kertas telah diterbitkan bank. Emas dan perak tak lagi menjadi mata uang utama. Untuk membiayai perang melawan Prancis, Pitt membujuk parlemen Inggris mengesahkan Bank Restriction Act , yakni untuk sementara uang-kertas tak bisa ditukar ke emas-perak, dan ini tetap berlangsung selama 24 tahun!
Tahun 1835, Joel putra Schutzjude Moses Hirsch (Yahudi yang dilindungi penguasa), mendirikan bank hipotek pertama dengan Rothschilds sebagai pemegang saham utama.
Tahun 1840 dan 1842, Turki. Uang-kertas (Kaime-I Mutebere) mulai diterbitkan di Turki.
Tahun 1845 M, Turki. Pemerintahan Usmaniyah bersama Mm. Alléon dan Théodore Baltazzi mendirikan Bank of Constantinople , yang ternyata untuk memberikan pinjaman kepada pemerintah! Perang Semenanjung Krim (Uni Soviet) menjadi alasan masuknya perbankan ke dalam Daulah Usmaniya dan bankir Eropa memainkan tipuan dan kejahatan terbesarnya yakni investasi. Investor 'Prancis' pertama yang masuk adalah Rothschilds, namun pemerintah telah mengizinkan dibangunnya Ottoman Bank dengan modal dasar 500 ribu poundsterling. Dan mulailah era terjeratnya kekhalifan Islam dalam jerat moneter yahudi.

3. Dinar-Dirham Sebagai Alat Kebijakkan Moneter

Isu penggunaan Dinar-Dirham sebagai alat kebijakkan moneter dan sebagai mata uang blok perdagangan negara-negara Islam marak digulirkan dalam seminar-seminar dan konfrensi-konfrensi guna menggugah dan mensosialisasikan kesadaran khususnya pemerintah dan dunia usaha negara-negara islam untuk bertansaksi dengan mata uang Dinar-Dirham ini.

Sedangkan dibarat kesadaran bahwa menyimpan emas lebih aman dari pada menyimpan paper money terlihat mulai marak. Diantaranya dinyatakan oleh Donald J Hoppe dalam bukunya yang berjudul ” How to Invest in Gold Coins “. Dia menulis :

Negara-negara barat yang membebaskan/mengizinkan penggunaan emas secara bebas sebagai unit penyimpan kekayaan telah sedikit dimudahkan dari beban inflasi yang melanda warganya. Sayangnya penyakit inflasi yang tersembunyi kronik adalah satu catatat tersendiri di negara yang menganut system ekonomi neo Keynesian. Namun dengan adanya izin kepemilikan emas secara pribadi dalam berbagai bentuk paling tidak hal tersebut telah membuat negara sadar bahwa warganya harus memiliki hak untuk mempertahankan diri mereka sendiri “[11].

Tampaknya kesadaran untuk menyandarkan kembali mata uang dengan emas atau logam mulia telah menjadi tren dunia dan menjadi topik kajian ekonom-ekonom di dunia.

Dalam tataran praktisnya kembali Malaysia menjadi pionir pengembangan ekonomi syariah. Malaysia yang pertama kali mencetuskan gagasan penerapan blok perdagangan negara-negara Islam yang menjadikan Dinar-Dirham sebagai alat tukarnya, guna menandinggi kedikdayaan dollar AS dan Euro pernyataan ini dikeluarkan oleh wakil perdana menteri Malaysia N.M Yakcob dan menyatakan system ini mulai berlaku pada tahun 2003[12]. Ide ini disambut baik oleh beberapa negara seperti Iran, Bahrain, Sudan dan Maroko. Hal ini kembali Malaysia membuktikan usahanya menjadi pusat keuangan syariah internasional.

Saat ini ada ada dua system untuk mewujudkan hal tersebut. Pertama yang diajukan oleh pemerintah Malaysia , yaitu Bilateral Payment Aggrement (BPA) dimana menggunakan standar bimetalisme menggunakan dua mata uang logam yang berbeda jenis dalam waktu bersamaan dan Multilateral Payment Aggrement (MPA) dimana masing-masing negara dalam suatu jaringan bisa menetapkan sendiri jumlah perdagangan dan jumlah yang harus dibayarkan pada priode waktu tertentu, transfer barang hanya ditentukan dalam bentuk emas. Kedua adalah perusahaan swasta yang melakukan pembayaran mata uang emas dengan elektronik seperti E-Dinar dan E-Gold, untuk sistem BPA dan MPA menggunakan mata uang emas hanya untuk perdagangan internasional.[13]Mekanisme transaksi BPA dan MPA dalam perdagangan internasional akan melalui tahapan dan mekanisme yang melibatkan bank umum, bank sentral, dan custodian emas (penyimpan emas).

Ada empat tahapan yang dilalui dalam mekanisme transaksi perdagangan tersebut. [14]

Pertama, adanya perjanjian dagang antara importir dan eksportir yang berada di dua negara yang berbeda, dengan kejelasan kondisi barang dan jumlah barang yang akan ditransaksikan. Tentu saja, sesuai dengan syariat Islam, akad yang terjadi harus bebas dari unsur-unsur gharar, maysir, dan riba.

Kedua, setelah melakukan perjanjian dagang, kemudian pihak importir akan mengeluarkan letter of credit (LC) untuk melakukan pembayaran melalui bank yang sudah ditunjuknya. Selanjutnya, pihak eksportir akan menerima letter of credit (LC) dari bank tersebut.

Ketiga, pihak bank yang ditunjuk oleh importir akan segera melakukan pembayaran kepada bank sentral dengan menggunakan mata uang lokal yang kemudian akan mengakumulasikan transaksi kedua negara dengan standar emas hingga masa kliring.

Keempat, setelah masa kliring selesai, bank sentral negara importir akan mentransfer emas senilai dengan transaksi perdagangan kedua negara kepada pihak custodian emas yang telah ditunjuk, untuk selanjutya diserahkan kepada bank sentral negara eksportir. Bank sentral negara eksportir ini selanjutnya akan melakukan pembayaran dalam mata uang lokal kepada bank yang telah ditunjuk oleh eksportir. Kemudian bank tersebut akan menyerahkannya kepada pihak eksportir.

Berikut digambarkan skema contoh model transaksi antar dua negara menggunakan Dinar:

Ilustrasi

Pedagang Indonesia mengespor komoditi minyak kelapa sawit mentah (CPO) ke importir di Malaysia senilai Rp 5 Milyar. Importir Malaysia tersebut membayar eqivalen dengan nilai tersebut senilai 2 juta Ringgit melalui perantara sebuah bank umum di Malaysia. Kemudian bank umum Malaysia tersebut mentransfernya ke Bank Negara Malaysia (bank sentral Malaysia) kemudian nilainya dikonversi ke dalam mata uang Islamic Dinar dan melalui bank kusdotian Islamic Development Bank (IDB) diteransfer ke Bank Indonesia/BI (bank sentral indonesia) oleh BI dikirim ke rekening eksportir tersebut pada sebuah bank umum di Indonesia dalam bentuk rupiah. Dan ekspotir Indonesia tersebut dapat mengambil uangnya sebesar Rp. 5 Milyar pada bank umum tersebut.

Berikut ini digambarkan dengan skema

Skema Model Transaksi Antar Dua Negara Menggunakan Dinar

Jika penerapan ini disetujui oleh 57 negara OKI niscaya akan menjadi sebuah sukses besar,. Namun, hal ini masih memerlukan suatu proses yang panjang untuk pengenalan, adaptasi dan pembentukkan insfrastrukturnya. Karena pasti akan menghadapi beberapa factor penghalang, diantaranya adalah kesenjangan ekonomi yang besar antara negara-negara OKI, sehingga penerapannya harus secara bertahap.[15]

Azizah dalam tulisannya di jurnal ekonomi Islam MUAMALAT yang diterbitkan Shariah Economics Forum UGM dan Ribat seorang kolumnis di situs internet www.islamhariini.com dan sumber-sumber lain yang penulis baca pernah mencoba membuat analisis terhadap menerapan Dinar-Dirham sebagai mata uang tunggal blok perdagangan negara-negara Islam. Berikut ini penulis mencoba menampilkannya dengan lebih terstuktur dalam bentuk bagan analisis SWOT.

STRENGTH :

ü Terbukti cenderung stabil

ü Tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak terus-menerus

ü Tidak dapat di devaluasi oleh sebuah peraturan pemeriuntah

ü Tidak bergantung janji siapapun (otoritas moneter) untuk membayar nilai nominalnya

ü Memenuhi persyaratan menjadi mata uang antara lain mempunyai nilai tinggi, durability, diterima oleh masyarakat luas.

ü Memenuhi ketentuan Syariah

ü Jika penerapan ini berhasil maka akan menciptakan kemandirian bagi negara-negarta Islam, baik dari segi ekonomi maupun politik

ü Stabilitas perekonomian akan lebih mudah dicapai, mengingat nilai emas yang relatif lebih stabil. Sehingga diharapkan, volume perdagangan antarnegara Islam dapat berkembang

WEAKNESS :

ü Komitmen negara-negara anggota OKI yang rendah

ü Tingkat kemakmuran negara-negara OKI yang berbeda

ü Adanya banyak kesamaan sumberdaya yang dimiliki negara-negara OKI, padahal syarat terjadinya hubungan antara dua negara dalam perdagangan internasional adalah adanya perbedaan coparative advantage dan keduanya pun juga saling membutuhkan.

ü Ketersedian emas yang tidak merata di antara negara-negara Islam, sehingga dapat menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan.

ü Masih tingginya ketergantungan dunia Islam terhadap produk yang dihasilkan oleh negara-negara non-Muslim (baca: Barat), terutama terhadap produk-produk industri dengan teknologi tinggi.

ü Nilai transaksi perdagangan yang masih sangat kecil sesama anggota OKI, yang menyebabkan signifikansi emas menjadi tidak terlalu substantif.

OPPORTUNITY :

ü Penguatan peran OKI dalam menyerukan dan mengorganisir hal ini

THREAT :

ü Perubahan strategi yang akan dilakukan negara-negara yang merasa terancam dengan penerapan Dinar-Dirham ini dalam suatu close union negara-negara Islam


tabel Analisis SWOT Penerapan Dinar-Dirham Sebagai Mata Uang Tunggal Blok Perdagangan Negara-Negara Islam

Langkah-langkah yang dapat diambil oleh negara-negara Islam dalam menghadapi kelemahan dan tantangan penerapan Dinar-Dirham antara lain :[16]

§ Memperkuat komunitas negara-negara Islam ditingkat regional maupun internasional.

§ Menyebarluaskan ide ini ke negara-negara anggota OKI dan memperkuat peran OKI dalam mengorganisir dan menyatukan visi dan misi masing-masing negara Islam.

§ Mensinergiskan berbagai institusi Islam di berbagai negara dengan berbagai tingkatannya dalam mengkaji, mengekplorasi dan mengelaborasi ide penerapan Dinar-Dirham ini dari berbagai macam sudut pandang, seperti IDB ( Islamic Deveploment Bank), IIIT ( The International Institute of Islamic Thought ),OKI, universitas-universitas Islam, dan lain sebagainya.

§ Memetakan dan membuat database sumber daya yang dimiliki negara-negayra anggota OKI, serta tingkat kemakmuranya agar dapat diketahui potensi masing-masing negara tersebut.

§ Membangun berbagai macam insfrastruktur untuk membuat berbagai macam spesialisasi produk antar negara-negara anggota OKI.

§ Membentuk Close Union

Bahwa negara-negara Oki perlu memperkuat diri dengan mempermudah regulasi-regulasi perdagangan antar negara anggota serta dapat membuat aturan yang berbeda untuk bertransaksi dengan negara-negara bukan anggota OKI..

§ Membentuk Common Market

Perlu adanya pasar bersama untuk melakukan transaksi perdagangan antar anggota OKI serta meningkatkan spesialisasi produk antar negara anggota.

§ Mempelajari penerapan Euro sebagai mata uang negara-negara Uni Eropa

4. Kesimpulan

Kembalinya Dinar-Dirham sebagai mata uang kaum muslimin dan alat kebijakkan moneter negara-negara Islam yang sesuai dengan perintah syariah bukanlah suatu utopia belaka. Akan tetapi usaha mewujudkannya tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Langkah strategis awal yang dapat diambil negara-negara Islam saat ini dalam mewujudkannya adalah dengan membentuk blok perdagangan antar negara-negara Islam dengan mata uang Dinar-Dirham sebagai instrumen alat tukarnya.

Akan tetapi penerapan konsep ini memerlukan waktu yang panjang untuk beradaptasi dan riset-riset guna penyempurnaan konsep tersebut.

Dengan komitmen yang kuat dari berbagai lini umat Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam insya Allah hal tersebut tidak mustahil dicapai.

Wallahu’alam Bissawab



[1] DR Ahmad Hasan, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet 1, 2005, hal ix

[2] Ir. H. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., Ekonomi Islam Suatu Kajian kontemporer, Jakarta: Gema Insani press,Cet 1, 2001, Hal 146

[3] Hasan, Op.cit.

[4] Karim, Op.cit. hal 147

[5] Republika, 6 September 2002

[6] Ibid

[7] Karim, Op.cit. hal 59

[8] www.islamhariini.com

[9] Irfani Fitri Azizah, Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang Tunggal Blok Perdagangan Negara-negara Islam ; Suatu Analisis Kritis, Jurnal Ekonomi Syariah MUAMALAH vol. 2, No.2, Oktober 2003 hal 96-9, Shariah Economics forum Universitas Gajah Mada (SEF UGM).

[10] Karim, Op.cit. hal 58

[12] Azizah, Op.cit. hal 99

[13] Azizah, Op.cit. hal 99, mengutip Syah Nuradli Ridzwan dkk, The Mecanism of Gold dinar,Malaysia : 2002, Unpublished paper Universiti Tenaga Nasional ,

[14]www.pesantrenvirtual.com , mengutip Handi Risza idris dan Irfan Syauqi Beik dalam kolom berjudul ‘Menyambut Dinar-Dirham’,

[15] Ibid

[16] Azizah, Op.cit. hal 100

No comments: